akal sulit cari utang, Bakrie makin miskin
Kelompok usaha konglomerat Aburizal Bakrie terlilit utang, masyarakat
telah lama mengetahuinya. Rupanya, permasalahan kerajaan bisnisnya
ternyata mahaberat, dan terus menggelayuti calon presiden yang diusung
Partai Golkar ini.
Laporan keuangan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) menyatakan utang
perseroan kini Rp 6,44 triliun. Memang telah jauh menurun dibanding
jumlah utang pada 2011 yang mencapai Rp 10,71 triliun.
Namun, jelaga yang menodai 10 anak perusahaan Bakrie sulit dihapus.
Pasalnya, penyakit lama diidapat grup usaha yang sempat jatuh sebelum
reformasi 1998 ini belum disembuhkan. Yaitu kebiasaan gali lubang tutup
lubang. Alias membayar utang perusahaan lama, dengan mencari debitor
baru.
Direktur Eksekutif Lembaga Riset Ekonomi KataData, Metta Dharmasaputra,
yang tahun lalu memeriksa utang Grup Bakrie, menyatakan satu-satunya
alasan kelompok usaha ini bisa bangkit saat diterjang krisis ekonomi
Asia pada 1997, berkat peralihan ke bisnis batu bara pada awal abad 21.
Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie, berhasil membeli 100 persen saham
Kaltim Coal pada 2003, dengan cara berutang, lantas memasukkan tambang
batu bara itu ke dalam lini usaha PT Bumi Modern Inti yang baru beralih
ke bisnis tambang lima tahun sebelumnya. Aksi ini disusul kemudian
akuisisi 80 persen saham tambang batu bara Arutmin, juga di Kalimantan.
Dia memberi nama baru perusahaan ini Bumi Resources.
Bisnis batu bara mendatangkan untung luar biasa pada sang induk
perusahaan, Bakrie and Brothers. Harga bahan bakar non-fosil itu
melonjak, sangat terbantu pertumbuhan ekonomi China selama satu dekade
terakhir yang menuntut pasokan energi melimpah, sehingga permintaan
ekspor stabil.
Dari keberhasilan mengembangkan Bumi menjadi perusahaan tambang terbesar
di Indonesia, Bakrie kembali berutang ke mana-mana. Ekspansi bisnis
dilakukan, anak dan cucu perusahaan didirikan. Namun, di tengah semua
gurita usaha itu, inti konglomerasi Bakrie adalah batu bara, lain tidak.
Dari utang, Bakrie bisa mendapat lebih banyak lagi utang sekaligus
menumpuk pundi-pundi uangnya.
Bahkan, Ical sendiri mengakui jalan berutang untuk membeli Kaltim Coal
adalah salah satu keputusan terpenting dalam hidupnya. Sebab, dari
seorang calon pengusaha bangkrut, dia berhasil menjadi orang terkaya di
Tanah Air versi Majalah Forbes 2007.
"Saya sendiri juga pernah menghadapi masalah saat krisis ekonomi
1997-1998. Saat itu saya jatuh miskin. Bahkan saya jauh lebih miskin
dari pengemis. Ini karena saya memiliki utang yang sangat besar. Utang
saya saat itu sekitar USD 1 miliar," ungkap Bakrie dalam tulisan situs
pribadinya, icalbakrie.com, tertanggal 4 Juli 2010.
Sayangnya, krisis global menghantam seluruh dunia pada 2008. Ditambah
lagi bisnis batu bara jatuh sejak akhir 2010. Kali ini, pukulan terhadap
Bakrie terlalu telak dan kemungkinan sulit diatasi kembali dengan cara
berutang.
"Ruang berutang itu menjadi sempit, karena harga batu bara diperkirakan
dalam waktu cukup panjang tidak akan naik seperti dulu. Nah ini yang
menjadi berbeda posisinya," kata Metta saat dihubungi merdeka.com, Rabu
(12/6) malam.
Selama ini, Bakrie bisa berkelit dari jeratan utang. Salah satu yang
paling dramatis adalah keberhasilan menghindari bangkrut pada 2011
ketika Bakrie harus membayar utang jatuh tempo USD 1,35 miliar. Caranya
meminta jaminan pada Credit Suisse, dengan menjaminkan Bumi dan berani
menjanjikan imbal hasil besar bagi debitor.
"Namanya debitur sepanjang dia lihat return bisa di-manage dia mau kasih
(pinjaman), kalau kita lihat Bakrie berani memberi return tinggi,"
ungkap Metta.
Dari situ, Bumi menjadi kata kunci utama. Itu sebabnya, ketika Nathaniel
Rotschild hendak merebut perusahaan batu bara tersebut tahun lalu,
Bakrie mati-matian mempertahankan.
Sampai sekarang, perceraian dengan investor asal Inggris itu belum
tuntas. Total seluruh saham Bumi Plc yang harus dikembalikan oleh Bumi
Resources adalah sekitar USD 437 juta. Sedangkan untuk biaya selisih
tukar guling saham antara Bumi Resources dengan Bumi Plc adalah sekitar
USD 278 juta yang dibayarkan Longhaul Investment.
Direktur Keuangan BNBR Eddy Soeparno sudah menegaskan, dengan cara apapun, Bumi tidak boleh lepas dari kekuasaan Bakrie.
"Salah satu sumber pendanaan penyelesaian kerja sama ini melalui
divestasi aset serta beberapa sumber lain yang kami jajaki," ungkapnya
usai konferensi pers BNBR di JS Luwansa, Jakarta, kemarin.
Usaha menyelamatkan inti usaha Bakrie itu memang membuat pendarahan pada
anak-anak usaha BNBR. Mengobatinya hanya dengan cara menjual aset.
Perusahaan yang sudah tercatat dijual sahamnya ke investor lain adalah
Seamless Pipe Indonesia Jaya, Bakrie Pipe Indonesia, South East Asian
Pipe Indonesia, South East Asian Pipe, Bakrie Construction, Bakrie
Building Industries hingga yang terbaru adalah menjual saham PT Energi
Mega Persada Tbk.
"Kami mengharapkan minimal (utang berkurang) 15-20 persen, caranya yang
kami akan melakukan, penjualan sebagian aset," kata Eddy.
Penjualan saham ini sebagian tidak dilakukan dengan cara stock split,
alias memperbesar volume lembar saham untuk menjaga porsi kepemilikan
meski nilai perusahaan turun. Artinya, aset Bakrie kini benar-benar
dijual, bukan sekadar otak-atik akuntansi, walau tidak dilepas total.
Menurut Metta, hal ini sudah semestinya. Ambruknya bisnis batu bara
tidak memberi banyak ruang bagi Bakrie untuk bermanuver, termasuk
berutang kepada debitur asing. Sebab secara fundamental, aset Bakrie
sudah termasuk kronis. Pemodal manapun sudah malas memberi pinjaman
besar kepada perusahaan yang tidak sehat.
Melihat ngototnya BRNB merebut Bumi kembali, Metta melihat ada indikasi
konglomerasi ini berharap bisnis batu bara bisa menyelamatkan nasib dari
kebangkrutan.
"Dia harus melepaskan asetnya, kalau berharap harga batu bara naik
seperti menunggu godot. Problemnya, aset-aset sudah dijaminkan kepada
debitor, ditambah krisis global, otomatis jaminan mereka turun dibawah
nilai yang dipersyaratkan, mau tidak mau, mereka harus melepas aset,"
tandasnya.
Jurus Bakrie berutang memang terbukti menyimpan kunci kelemahan paling
fatal yang bisa dialami pengusaha paling kawakan sekalipun. Setiap
bisnis yang dibangun dari hasil pinjaman, sebetulnya rentan ambruk
ketika ada krisis besar tak terduga.
"Dulu (cara Bakrie mengelola utang) dilakukan dengan ditutup dengan
utang baru lagi. Tapi itu kan ada batasnya, sampai berapa kuat dia bisa
melakukannya lagi. Ketika ada satu problem force majeure, rontok semua
seperti rumah kartu," kata Metta.
Lepas dari utang Bakrie and Brothers, jika ditambah kewajiban perusahaan
lainnya, Lembaga KataData menaksir kewajiban pinjaman Bakrie yang harus
dilunasi tahun lalu mencapai Rp 78 triliun.
Sejalan dengan itu, sejak tiga tahun terakhir, Ical tak lagi masuk
jajaran orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes. Masuk deretan 40
besar pun tidak.
Pada 2011 harta kekayaan kandidat calon presiden 2014 ini sudah turun
hingga USD 1,2 miliar atau 57 persen. Padahal, tahun sebelumnya, Ical
bertengger di posisi orang terkaya nomor 10 di Indonesia dengan total
harta USD 2,1 miliar.
Ical sendiri yang bilang bahwa dia pernah lebih miskin dari pengemis
pada 1997 dan dia pernah selamat. Sampai sekarang, Ketua Golkar ini tak
pernah mengungkapkan secara terbuka apakah dia optimis bisa keluar dari
jerat utang di media massa manapun.
"Saya telah pergi ke 220 bank di seluruh dunia untuk menyelesaikan
masalah saya. Akhirnya dengan usaha keras pada 2001 saya bisa bangkit
kembali dan utang saya bisa dilunasi dan bisnis saya membaik kembali,"
tulis Ical tiga tahun lalu. Saat itu dia masih sangat percaya diri.
Tidak ada yang bisa menjamin dia bisa selamat kali ini, seperti yang
sudah-sudah. Metta pun mengaku, harus dibandingkan dulu secara cermat
kondisi keuangan saat keuangan Grup Bakrie morat-marit pada 1999 dengan
sekarang untuk melihat seberapa panjang nafas konglomerat kawakan itu.
Yang jelas, tak ada lagi aset berharga meyakinkan digunakan buat
berutang. Sesuai dasar ilmu ekonomi, kehilangan aset sama dengan
berkurangnya kekayaan riil seseorang.
Sumber http://www.merdeka.com/uang/bakal-su...in-miskin.html
Mungkin ARB belum pernah dengerin lagunya bang haji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar